Jumat, 29 Januari 2016

Wong Solo Newbie

Kost-an ku yang asri :)

Hampir 2 bulan saya jadi wong Solo. Ada suka tapi tentu juga ada duka. Tapi kalau diingat-ingat lebih banyak sukanya siih, hehe.

Dukanya, karena harus meninggalkan kota kelahiran, Surabaya, otomatis saya juga meninggalkan keluarga tercinta. Jauh dari orang tua, saudara, keponakan-keponakan yang sudah berasa anak sendiri, tetangga dekat, teman-teman yang sudah seperti saudara sendiri dan tentu saja jauh dari masakan nyokap :'(

Di Surabaya, makanan siap 24 jam. Nyokap suka masak makanan yang jadi menu favorit di rumah, seperti soto daging, rawon, rujak, tahu tek, cah kangkung, dll. 3 kali makan sehari, siap terjamin. Bagaimana di Solo? Ehem... di Solo saya cuma makan seminggu sekali! Eh, ketahuan bohongnya ya?! Hehe.

Di Solo, awalnya makan sehari-hari terjamin. Cobain makanan-makanan yang terkenal enaknya, bakso pak ruk, soto seger Boyolali Hj. Fatimah, juga nggak jarang nongkrong dan makan di mall. Tapi itu awal-awal aja. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, liat tabungan kok semakin kempes. Tung itung itung, pantes juga cepet kempes. Besar pasak dari pada tiang!

Makan 3 kali sehari harus mengeluarkan banyak biaya. Jangankan menu makanan yang udah terkenal, bakso biasa aja di Solo harganya nggak seekonomis harga bakso di Surabaya. Bukan cuma bakso, menu makanan lain seperti pecel, nasi ayam goreng, bebek goreng, semua yang pernah saya beli nggak seekonomis di Surabaya. 

Masalah lain selain makan adalah biaya kost, pulsa telpon, pulsa internet & transport. Memang sih kost yang saya tinggali bagus, nyaman, bangunan baru, ada terasnya, ada tamannya, lebih privat, ada lapangan parkir motor & mobil, deket dengan jalan utama, kemana-mana deket, tapi yaa kok lama-lama semakin berasa ya harga mahalnya (mungkin karena tabungan semakin kempes dan penghasilan saya selama kerja di Solo cukup mengenaskan, hehe). 

Meski udah tau penghasilan karyawan baru ya gitu itu, tapi untuk urusan pulsa telpon juga nggak bisa ditawar. Pulsa belum bisa irit karena tiap hari harus telpon nyokap. Pulsa internet, yaaa ini harus pasti ada. Di kost sendirian ngapain kalau nggak internetan?! Ya sosmed, ya browsing, ya youtube. Nggak mungkin kan di kost bengong aja?! Nggak ada tv lagi! Trus pengeluaran lain yang nggak kalah penting, yaitu transportasi. Bukannya sok gaya tapi emang belum bawa kendaraan pribadi dan belum tau rute-rute transportasi umum di Solo, jadinya kemana-mana naik taxi. Dan ketika bokek melanda bisa dipastikan kemana-mana saya jalan kaki, hehe. Syukur-syukur kalau bisa nebeng temen sih.

Hmm, kata-katanya hidup di Solo itu irit, serba murah. Mana? 

Mungkin bisa aja sih, cuma saya nya yang belum berhasil mempraktekkannya. Misalnya saja, kalau mau hemat untuk makan sehari-hari harusnya masak sendiri (tapi di kost saya nggak ada dapur dan nggak boleh bawa peralatan masak, hiks). Atau makannya pakai nasi kucing yang harganya cuma Rp 3.000,00. Atau soto kokcil (mangkuk kecil) yang juga seharga Rp 3.000,00. Nah kalau saya bisa bertahan dengan makanan-makanan ini mungkin saja bisa menghemat. Tapi masa tiap hari menunya itu terus?!

Yah, ini semua proses lah. Mungkin bertahap untuk tau sela-selanya hidup hemat di Solo. Sejauh ini saya menikmati semua pelajaran hidup yang saya dapatkan di sini. Apalagi seperti yang saya bilang tadi kehidupan di Solo nggak selalu duka kok. Sukanya juga banyak. Malah banyak banget. Nah saking banyaknya, saya tulis di postingan baru saja yaaa. Tunggu postingan berikutnya :)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar